Senin, 14 Juni 2010

PERSEMAIAN

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Pembangunan kembali hutan secara besar-besaran seperti yang disebutkan di atas tentu memerlukan benih/bibit dalam jumlah yang cukup banyak. Pertanyaannya bagaimana caranya memperoleh bibit yang sedemikian banyak dengan kualitas yang baik ? Jawabannya adalah apabila kita membangun persemaian yang direncanakan dengan baik dan menggunakan benih yang berkualitas baik pula.
Semai yang berkualitas baik atau mapan sangat diperlukan khususnya bagi tanaman kehutanan. Mengapa demikian ? Karena tanaman kehutanan harus bisa survive dalam keaadan tanah lapang yang sering kali kritis, miskin hara, dan tidak subur. Seorang rimbawan hendaknya mengetahui pembentukan semai yang established, agar tanman dapat berguna untuk silvikulltur, reboisasi dan penghijauan.
Keperluan persemaian bagi tanaman hutan berbeda dibandingkan dengan tanaman
pertanian karena :
1. Semai-semai dari kebanyakan pohon akan bersaing dengan gulma sehingga akan menyebabkan pertumbuhannya kurus karena itu perlu dipelihara sampai mencapai ukuran
dan kesehatan yang membuatnya mampu bersaing di lapangan.
2. Hanya di persemaian rimbawan dapat memberikan kondisi tumbuh yang optimal atau sebaik mungkin bagi pertumbuhan semai agar nmereka dapat survive di lapangan terutama pada lahan-lahan yang kritis, miskin hara dan tidak subur.
1.2 Tujuan
Laporan ini bertujuan untuk dikaji ulang sehingga akan terjadi peningkatan baik secara kualitas maupun kuantitas.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Persemaian
Yang dimaksudkan dengan persemaian (Nursery) adalah tempat atau areal untuk kegiatan memproses benih (atau bahan lain dari tanaman) menjadi bibit/semai yang siap ditanam di lapangan. Kegiatan di persemaian merupakan kegiatan awal di lapangan dari kegiatan penanaman hutan karena itu sangat penting dan merupakan kunci pertama di dalam upaya mencapai keberhasilan penanaman hutan (Anonymous, 2010)
Penanaman benih ke lapangan dapat dilakukan secara langsung (direct planting) dan secara tidak langsung yang berarti harus disemaikan terlebih dahulu di tempat persemaian. Penanaman secara langsung ke lapangan biasanya dilakukan apabila biji-biji (benih) tersebut berukuran besar dan jumlah persediaannya melimpah. Meskipun ukuran benih besar tetapi kalau jumlahnya terbatas, maka benih tersebut seyogyanya disemaikan terlebih dulu(Anonymous, 2010)
Pemindahan/penanaman bibit berupa semai dari persemaian ke lapangan dapat dilakukan setelah semai-semai dari persemaian tersebut sudah kuat (siap ditanam), misalnya untuk Pinus merkusii setelah tinggi semai antara 20-30 cm atau umur semai 8 – 10 bulan. Pengadaan bibit/semai melalui persemaian yang dimulai sejak penaburan benih merupakan cara yang lebih menjamin keberhasilan penanaman di lapangan. Selain pengawasannya mudah, penggunaan benih-benih lebih dapat dihemat dan juga kualitas semai yang akan ditanam di lapangan lebih terjamin bila dibandingkan dengan cara menanam benih langsung di lapangan(Anonymous, 2010)
2.2 Pembuatan Persemaian
Perencanaan merupakan taraf permulaan dari setiap proses penyelenggaraan kegiatan. dimanai kita menggambarkan di muka hal-hal yang harus dikerjakan dan cara mengerjakannya dalam rangka mencapai tujuan yang ditentukan. Dalam pekerjaan persemaian, perencanaan dasar meliputi unsur-unsur kegiatan yang mencakup pemilihan jenis persemaian, lokasi persemaian, kebutuhan bahan, kebutuhan peralatan dan tenaga kerja yang diperlukan, serta tata waktu penyelenggaraan persemaian. Umumnya penyediaan semai/tahun sebanyak 20.000 batang merupakan kebutuhan minimum untuk memulai persemaian berukuran kecil(Anonymous, 2010)

2.3 Jenis Persemaian
Sebelum dimulai pembuatan perlu ditentukan terlebih dahalu jenis persemaian apa yang akan dibuat. Pada umumnya persemaian digolongkan menjadi 2 jenis/tipe yaitu persemaian sementara dan persemaian tetap. Panitia Implementasi Program NFP-FAO Regional Maluku & Maluku Utara Pelatihan Penanaman Hutan di Maluku & Maluku Utara – Ambon, 12 – 13 Desember 2007 55(Anonymous, 2010)
2.3.1 Persemaian Sementara (Flyng nursery).
Jenis persemaian ini biasanya berukuran kecil dan terletak di dekat daerah yang akan ditanami. Persemaian sementara ini biasanya berlangsung hanya untuk beberapa periode panenan (bibit/semai) yaitu paling lambat hanya untuk waktu 5 tahun. Keuntungan dan keberatan persemaian sementara adalah :
a. Keuntungan :
1. Keadaan ekologi selalu mendekati keadaan yang sebenarnya.
2. Ongkos pengangkutan bibit murah.
3. Kesuburan tanah tidak terlalu menjadi masalah karena persemaian selalu
berpindah tempat setelah tanah menjadi miskin.
4. Tenaga kerja sedikit sehingga mudah pengurusannya.
b. Kerugiannya.
1. Ongkos persemaian jatuhnya mahal karena tersebarnya pekerjaan dengan hasil yang sedikit.
2. Ketrampilan petugas sulit ditingkatkan, karena sering berganti petugas.
3. Seringkali gagal karena kurangnya tenaga kerja yang terlatih.
4. Lokasi persemaian yang terpancar menyulitkan pengawasan(Daniel, 1979)


2.3.1. Persemaian Tetap.
Jenis persemaian ini biasanya berukuran (luasnya) besar dan lokasinya menetap di suatu tempat, untuk melayani areal penanaman yang luas.
a. Keuntungan :
1. Kesuburan tanah dapat dipelihara dengan pemupukan
2. Dapat dikerjakan secara mekanis bila dikehendaki
3. Pengawasan dan pemeliharaan lebih efisien, dengan staf yang tetap dan terpilih
4. Perencanaan pekerjaan akan lebih teratur
5. Produktivitas semai/bibit tinggi, kualitas bibit lebih baik dan pertumbuhannya lebih seragam
b. Kerugiannya :
1. Keadaan ekologi tidak selalu mendekati keadaan yang sebenarnya.
2. Ongkos pengangkutan lebih mahal dibanding dengan jenis persemaian sementara.
3. Membutuhkan biaya untuk investasi lebih tinggi dibanding persemaian sementara. Hal ini karena untuk persemaian tetap biasanya keadaan sarana (misal jalan angkutan, bangunan-bangunan di persemaian) dan prasarana (misal: peralatan kerja/angkutan ) lebih baik kualitas dan lebih mahal harganya dibanding yang diperlukan persemaian sementara. Panitia Implementasi Program NFP-FAO Regional Maluku & Maluku Utara Pelatihan Penanaman Hutan di Maluku & Maluku Utara – Ambon, 12 – 13 Desember 2007 56(Anonymous, 2010)
2.4 Pemilihan Lokasi Persemaian
Penentuan lokasi persemaian harus didahului dengan observasi lapangan. Untuk memilih lokasi persemaian persemaian yang baik, beberapa persyaratan yang perlu dipertimbangkan adalah :
a). Aspek Teknis
> Letak lokasi persemaian
Sejauh mungkin lokasi persemaian diusahakan terletak di tengah-tengah daerah penanaman atau berjarak sedekat mungkin ke setiap areal penanaman. Areal persemaian terbuka/kena sinar matahari cukup/langsung, mudah dijangkau setiap saat dan terlindung dari angin kencang.
> Jalan angkutan
Adanya dekat jalan angkutan yang memadai sesuai keperluan, baik lewat darat maupun lewat air/sungai. Tanpa adanya jalan angkutan ini akan mempersulit pengawasan dan mempertinggi biaya angkutan (Daniel, 1979)
> Luas Persemaian
Luas areal persemaian tergantung pada :
a) Jumlah semai yang diproduksi/tahun
b) Cara penanaman apakah sistim akar telanjang (bare root) atau sistim container dimana lebih banyak ruang dibutuhkan dan
c) Lamanya semai/bibit dipelihara di pesemaian sampai diperoleh ukuran yang memenuhi persyaratan ukuran tinggi, diameter kekokohan batang dll.. Pengalaman di beberapa negara misalnya untuk memproduksi 1 juta semai/bibit dengan lama pemeliharaan lebih dari 1 tahun diperlukan 4 ha lahan untuk persemaian; seluas 1,5 – 2 ha bila semai dipelihara selama 4 bulan sampai 1 tahun, dan 0,5 sampai 1 ha bila semai berada kurang dari 4 bulan di persemaian. Pada umumnya Luas persemaian yang dibutuhkan dapat diperhitungkan dengan rumus : Luas areal persemaian 100/60 x (luas bendengan sapih + bedengan ) m2 Angka 60 disini adalah 60% dari luas areal persemaian biasanya digunakan untuk tempat bedengan dan bedengan sapih, (areal efektif), sedang 40% lainnya (40% dari luas areal persemaian) digunakan untuk tempat/bangunan sarana di persemaian, misalnya jalan inspeksi, saluran pengairan, kantor, brak, kerja, dan bangunan ringan lainnya . Berdasarkan Peryaratan HTI luas areal untuk pembangunan sarana dan prasarana hanya 5 % dari luas areal HPHTI. Panitia Implementasi Program NFP-FAO Regional Maluku & Maluku Utara Pelatihan Penanaman Hutan di Maluku & Maluku Utara – Ambon, 12 – 13 Desember 2007 57(Anonymous, 2010).
Ukuran bedeng bisanya 5 m x 1 m .Normalisasi ukuran bedengan mejadi 5 m x 1 m ini akan memudahkan dalam pengaturan pekerjaan dan juga memudahkan perhitungan banyaknya semai. Selanjutnya tinggi/tebal tanah bedengan umumnya sekitar 15 cm. Untuk tempat medium dapat berupa bedengan, dan banyak pula yang menggunakan kotak yang terbuat dari papan kayu atau seng , berukuran 1 x1 m atau 1 x 2, tebal/tinggi sekitar 15 cm dapat juga menggunakan kotak plastic yang banyak dijual di pasaran (Darjadi dan Harjono, 1972)
b) Aspek Fisik
> Air
Adanya sumber air dan persediaan dalam jumlah yang cukup di dekat persemaian sangat memudahkan keberhasilan persemaian. Pada umumnya sumber air di dalam kawasan hutan adalah berupa sungai, mata air dan air dalam tanah, juga sumber air berupa air hujan merupakan sumber air yang banyak diharapkan oleh para pengelola persemaian. Kebutuhan air untuk persemaian tidaklah sama, tergantung pada jenis tanaman yang disemaikan. Sebagai contoh, kebutuhan air untuk menyiram dan persemaian dapat diperkirakan sebagai berikut ( Darjadi dan Haryono, 1972) ; Pinus merkusii - 60 m3 /Ha/hariSwietenia macrophylla - 60 m3 Ha/hari Tectona grandis - 20 m3 Ha/hari Shorea Sp - 60 m3 Ha/hari Eucalyptus spp - 40 m3 Ha/hari (Darjadi dan Harjono, 1972).
> Media tumbuh/tanah
Tanah merupakan salah satu komponen habitat ( tempat tumbuh ) tanaman. Tanaman akan tumbuh subur bila medium tumbuhnya subur dan merana bila medium tumbuhnya tidak subur. Sebagai medium tumbuh semai, perlu diusahakan memilih tanah yang steril dan yang mempunyai sifat-sifat baik seperti porositas dan drainasenya baik, bebas batu dan kerikil. pH media sebaiknya berkisar antara 5 – 7 dan diusahakan tidak menggunakan tanah liat. Untuk pertumbuhan tanaman(sapihan) diperlukan adanya unsur-unsur hara penting(essensial) (Suhariyadi dan Wasito Hadi 1980)
Menurut kebutuhan tanaman unsur-unsur hara penting dapat digolongkan Panitia Implementasi Program NFP-FAO Regional Maluku & Maluku Utara Pelatihan Penanaman Hutan di Maluku & Maluku Utara – Ambon, 12 – 13 Desember 2007 58 menjadi : unsur-hara makro dan unsure hara mikro. Unsur hara makro dibutuhkan dalam jumlah relative lebih banyak yaitu : carbon,©, Hidrogen (H),Oxigen(O), Nitrogen (N), Phosporus (P), Pottasium (K), Sulfat (S), Magesium(mg) dan Calcium(Ca) sedangkan unsur hara mikro ada 7 unsur yaitu : Iron (Fe), Boron (B), Copper (Cu), Zince (Zn), Molydenum (Mo) dan Chlorine (Cl) (Anonymous, 2010)
Unsur-unsur penting yang dibutuhkan tanaman tersebut diatas berasal dari sumber yang berbeda-beda. Unsur-unsur hara C,H dan O berasal dari atmofir atau air, sedang unsur-unsur hara lainnya berasal dari mineral tanah. Pada umumnya tanah-tanah pertanian di Indonesia kekurangan unsur-unsur N.P dam K. Oleh karena itu pemupukan di Indonesia (bahkan di dunia ) umumnya menggunakan unsur-unsur yang mengandung ketiga unsur tersebut(Daniel, 1979)
Pada tanah/media yang kurang subur dapat diberikan tambahan unsur hara dalam bentuk pupuk organik maupun anorganik. Pupuk Organik Pupuk organik (pupuk kandang, kompos dsb) merupakan sumber hara tetapi, kandungan unsur haranya rendah, dan untuk memperolehnya dalam jumlah banyak agak sulit. Pupuk organik dapat memperbaiki sifat kimia dan fisik tanah. Pupuk Anorganik Pupuk Anorganik biasa pula disebut pupuk buatan. Pupuk buatan yang penting digolongan penting adalah nitrogen, pupuk fosfat dan pupuk kalium(Daniel, 1979).
> Kelerengan
Pada umumnya persemaian dibuat pada lahan yang sedatar mungkin. Semakin miring topografinya akan semakin sulit pengerjaan persiapan lapangan dan juga semakin
banyak tenaga dan biaya yang dibutuhkan. Kelas kelerengan lahan yang dijumpai di lapangan biasanya digolongkan sebagai berikut :
 Datar dengan kelerengan : 0-8 %
 Landai dengan kelerengan : 9-15 %
 Bergelombang dengan kelerengan : 16-25 %
 Berbukit dengan kelerengan : 26-45 %
 Bergunung dengan kelerengan lebih dari : 45 %
Untuk persemaian sedapat mungkin dipilih/digunakan lahan kelas kelerengan relative datar – landai. Pada umumnya diusahakan agar kelerengan untuk areal persemaian kurang dari 10 %(Daniel, 1979).
BAB III
METODE PELAKSANAAN

3.1 Bahan
 Pasir yang baik dan telah disterilkan untuk media penaburan benih
 Bedengan/bak diberi naungan (atap).
 Bedengan sapih diberi naungan, terutama untuk melindungi semai-semai dari teriknya sinar matahari di siang hari dan hujan yang deras.
 Kantong plastik / container yang bagian bawah telah diberi lubang-lubang.
 Tanah yang baik, yang artinya dicampur dengan pupuk TPS untuk pengisian kantong plastik sebagai media sapih.
 Pupuk TSP dan NPK.
 Seng atau tripleks untuk label.
 Fungisida dan Pestisida.
 Bahan untuk pemagaran persemaian, antara lain kawat berduri, kayu atau bambu, tali serta bibit/ semai/ stek batang, jenis tanaman pagar.
3.2 Alat
 Peralatan/ bangunan untuk pangairan antara lain: parit/ saluran pangairan, bak penampung air gembor (dan kemungkinan perlu pompa air lengkap denganperalatannya).
 Alat menyemprot fungisida dan pestisida yaitu sprayer.
 Alat-alat kerja: cangkul, sabit, ganco, gergaji dan linggis.
 Alat pengukuran: meteran/ roll meter, kompas, alat pencatat yang diperlukan, kantor, barak kerja, rumah jaga.
3.3 Cara Kerja
 Pengukuran batas persemaian dengan pemberian tanda batas yang jelas dan kemudian dipetakan Panitia Implementasi Program NFP-FAO Regional Maluku & Maluku Utara
 Pelatihan Penanaman Hutan di Maluku & Maluku Utara – Ambon, 12 – 13 Desember 2007 67

 Pembersihan lapangan dari semak-semak, rumput/ alang-alang
dan tunggak-tunggak yang ada
 Pengerjaan/pencangkulan tanah dengan baik dan meratakannya
 Pengaturan tempat, terutama untuk bedengan/bak dan bedengan
sapih sesuai hasil pemetaan, amar
 Pemagaran persemaian
 Pembuatan bedengan/ bak yang diberi pasir bagian atasnya setebal
10-15 cm dan bedengan sapih dengan diberi naungan / atap
 Pembuatan jalan angkutan/ pengawasan
 Pembuatan/ pemasangan alat pengairan
 Pengisian kantong plastik sampai penuh dengan medium tumbuh
yang telah dicampur pupuk sebagai medium sapihan, kemudian
diatur/ disusun di bedengan sapih yang telah disiapkan.


















BAB IV
DATA PENGAMATAN

Membuat persemaian Pinus merkusii di Coban Rondo:
 Memilih benih yang kenampakannya bagus .
 Merendam benih tersebut selama 5-12 jam dalam air .
 Meniris benih yang sudah direndam.
 Meredam kembali benih tersebut dengan menggunakan pestisida selama 5 menit atau dengan pupuk serbuk benih langsung dicampur sampai merata.
 Benih ditabur pada bedengan .
 Setelah 10 hari biasanya benih tersebut sudah tumbuh.
 Menyiram persemaian yang biasanya dilakukan jam 09.00 pagi dan setelah jam 15.00.
 Setelah benih berumur 10-12 bulan maka sudah siap ditanam dilapangan.
















BAB V
PEMBAHASAN

Dari hasil pengamatan fieltrip yang dilakukan di coban rondo yaitu mengenai cara pembuatan persemaian tanaman Pinus mekusii. Ada beberapa teknik yang perlu dilakukan dalam mempersiapkan bedengan, yaitu tingkat kedataran lahan,struktur dan tektur tanah serta kandungan hara dalam tanah.untuk pemilihan benih yang baik adalah penampakannya bagus, berketurunan yang jelas, dan sudah mencukupi dari segi umur.benih yang telah dilakukan penyeleksian kemudian direndam dalam air selama 5 sampai 12 jam. Untuk proses selanjutnya adalah pentirisan yang bertujuan untuk mengeringkan benih atau mengurangi kadar air pada benih.
Benih tersebut direndam kembali kedalam campuran pestisida dan fingisida yang berfungsi untuk mengurangi tingkat gangguan dari hama dan penyakit. Ketika benih akan ditabur maka, dicampur dengan pupuk serbuk yang bertujuan untuk menyediakan unsur hara terhadap benih. Ketika campuran benih dengan pupuk serbuk sudah merata maka benih sudah siap ditabur pada bedengan yang telah disediakan.
Biasanya, setelah 10 hari benih-benih mulai tumbuh secara merata dan cara untuk penyiraman benih disesuaikan dengan keadaan tanah ataupun musim. Pada musim kemarau benih cukup disiram dalam dua kali sehari yaitu pada jam 09.00 dan 15.00. sedangkan pada musim penghujan dikondisikan dengan ketersedian kadar air dalam bedengan. Setelah benih berumur 10-12 bulan maka, benih-benih sudah siap untuk disapih dalam polibag. Selama pemeliharaan maka perlu dilakukan penyulaman terhadap benih-benih yang mati. Ketika bibit terjangkit hama dan penyakit maka, perlu di berikan pestisida serta pupuk yang bertujuan untuk meningkatkan kadar hara dalam polibag.



BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan.
Dari pembahasan laporan fieltrip mengenai persemaian yang dilakukan di Coban Rondo dapat disimpulkan bahwa dalam pembuatan persemaian memerlukan perlakuan yang sangat teliti dan tepat. Upaya ini dilakukan untuk mendapatkan hasil persemaian yang optimal dan berkualitas bagus.

6.2 Saran
Kurangnya materi yang diaplikasikan sehingga praktikan mengerti dari segi teori, namun dalam hal aplikasi praktikan masih kurang menguasai.




















DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 1974. Pedoman Pembuatan Tanaman Pinus merkusii, Direksi Perum Perhutani. Jakarta.
Departeman Kehutanan, Direktorat Jendral Reboisasi dan Rehabilitasi. Aldhous, J. R. 1975. Nursery Practice, Forestry Commission Bulletin. No. 43, London : HerMajesty’ s Stastionery Office.
Daniel, T.W. and Frederick S. Baker, 1979. Principle of Silviculture, Second Edition. McGraw Hill Book Company, New York St Louis San Francisco, Auckland Bohota, Diesseldorf, Johannesberg, London, Madrid, Mexico, Montreal, New Delhi, Panama, Paris, Sao Paulo, Singgapore, Sydney, Tokyo, Torando.
Darjadi L dan Harjono, 1972. Sendi-sendi Silvikultur. Direktorat Jendral Kehutanan Salemba Raya 16. Jakarta.
Suhariyadi dan Wasito Hadi 1980. Pemeliharaan Persemaian dan Tatalaksana Persemaian. UGM. Yogyakarta.















LAMPIRAN






























BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Hutan alam produksi Indonesia semakin hari semakin menipis potensinya. Bahkan akhir-akhir ini mendapat sorotan tajam dari berbagai kalangan bahwa kondisi hutan alam kita telah rusak. Untuk mendapatkan tegakan (kayu) yang berkualitas baik, tentu saja, upaya melalui perlakuan silvikultur intensif mutlak dilakukan. Salah satunya adalah teknik penjarangan.
Tanaman untuk tumbuh secara optimal membutuhkan sinar matahari dan unsur hara lain yang cukup bagi tanaman. Persaingan akan semakin besar jika tanaman yang ada semakin banyak serta sebaliknya. Maka untuk memperkecil persaingan dan memberikan unsur hara yang optimal pada pohon tertentu dengan cara penebangan pohon lain di sekitarnya. Hal inilah yang disebut penjarangan.
Penjarangan pada tanaman produksi tidak serta merta dan tanpa pertimbangan yang matang. Sebelum dilakukan penjarangan, perlu adanya tahap-tahap yang penting harus dilakukan oleh pengelola.

1.2 Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini ada beberapa, yaitu sebagai berikut:
1. Mengetahui manfaat penjarangan bagi tanaman
2. Mengetahui proses pelaksanaan penjarangan
3. Mengetahui teknik penjarangan tanaman.








BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Penjarangan
Praktek kehutanan pada suatu daerah berada dalam perkembangan terus menerus yang harus sejalan dengan perkembangan masyarakat setempat. Bila kayu dan lahan melimpah dibanding dengan kebutuhan masyarakat, maka tindakan kehutanan mesti minimal dan ekstensif. Dengan berkembangnya susunan masyarakat dan pertambahan penduduk, kebutuhan manusia meningkat akan sumber daya alam. Praktek pengelolaan lahan harus terus berubah seperti itu (Daniel, 1987)
Tanaman hutan akan tumbuh baik jika memperolah nutrisi/ hara yang cukup, cahaya matahari dan ruang tumbuh bagi akar dan tajuk yang cukup. Sangat penting untuk mengatur jarak tanam agar tercapai tujuan tersebut. Pengaturan jarak tanam juga biasanya memperhatikan kesehatan tegakan dengan cara menebang pohon-pohon yang sakit dan jelek agar tidak mempengaruhi kesehatan tegakan secara keseluruhan (Taufikurrahman, 2010).
Penjarangan(thinning) adalah penebangan untuk memperlebar jarak tanam atau mengurangi jumlah pohon agar pertumbuhan dalam suatu area lebih merata sehingga mutu kayu yang dihasilkan meningkat (Anonymous, 2010)
Penjarangan merupakan kegiatan yang dijalankan pada tegakan seumur atau kelompok seumur pada setiap saat sebelum permulaan periode permudaan, dengan tujuan pemungutan pohon terutama untuk mendistribusikan kembali potensi pertumbuhan atau untuk meningkatkan kualitas tegakan tinggal (Daniel, 1987)

2.2. Dasar-Dasar Penjarangan
Penjarangan dilakukan secara efektif atau disebut penjarangan dari bawah (thinning from below) dengan menebang pohon-pohon yang pertumbuhannya lambat, bentuk kurang baik atau terserang hama dan penyakit. Penjarangan perlu dikombinasikan dengan pemangkasan cabang yang bertujuan menghasilkan kayu bebas mata kayu (Hardiyanto dan Arisman, 2004)
Penjarangan mengosentrasikan sumber daya tapak (unsur hara, air dan sinar matahari) pada pohon-pohon terpilih agar pohon-pohon ini mencapai ukuran diameter komersial pada umur yang lebih mudah (Hardiyanto dan Arisman, 2004)
2.3 Macam – macam Penjarangan
Ada beberapa teknik penjarangan yaitu sebagai berikut:
• Penjarangan mekanis, yaitu berdasarkan pada pelebaran jarak tanam yang dilakukan setiap beberapa tahun sekali
• Penjarangan atas, penjarangan pohon yang paling tinggi sehingga mengganggu pertumbuhan pohon yang lain
• Penjarangan seleksi, dilakukan pada pohon-pohon yang jelek, terkena hama dan penyakit
• Penjarangan rendah, penjarangan pada pohon-pohon yang tertekan karena pertumbuhan yang lambat (Taufikkurahman, 2010)
Pengunduran waktu penjarangan akan memiliki konsekuensi sebagai berikut yaitu ukuran cacat mata lebih besar, persentase vulome kayu total yang dapat dipanen pada akhir daur kemungkinan akan lebih kecil daripada bila penjarangan dilakukan pada umur muda. Bila penjarangan lebih lambat (umur 3 tahun) nisbah tajuk hidup dan luas area daun akan lebih kecil karena pohon lebih dulu memulihkan luas area daun sebelum mengalokasikan hasil fotosintesis ke batang (Hardiyanto dan Arisman, 2004).









BAB III
METODE PELAKSANAAN

3.1 Alat
Christen meter. Galah. Kompas. Alat tulis. Tali tampar. Meteran. Phi ban. Tabel penjarangan.

3.2 Bahan
Hutan tanaman Pinus merkusii, yang dianggap sebagai tanaman Tectona grandis.

3.3 Cara kerja
 Mencari pohon tengah kira –kira berjarak 25 m dari jalan
 Mencari pohon tengah yang besar, tinggi dan bagus
 Menarik 17,8 m dari pohon tengah
 Mencatat/ memberi nomor pada pohon yang masuk petak 0,1 ha secara melingkar
 Mengukur tinggi dan diameter pohon
 Menghitung peninggi, bonita, Nm dan Nn
 Menentukan pohon yang harus dijarangkan

3.4 Waktu dan tempat pelaksanaan
Hari/ tanggal : Sabtu/ 22 Mei 2010
Tempat : Hutan Tanaman Pinus merkusii Wana Wisata Coban Rondo






BAB IV
DATA PENGAMATAN
4.1. Gambar Dan Data Pengamatan
Tanaman tahun 1988








Gbr 1: Vertikal








Gbr 2: Horisontal

No Pohon Tinggi
(m) Diameter
(cm) Keliling
(cm) Pohon
(X)
1 22,22 17,5 110
2 23,08 13,05 82
3 20,09 11,94 75
4 23,08 18,64 117
5 20,69 14,64 92
6 23,08 14,64 92
7 22,22 16,56 104
8 20,00 14,49 91
9 23,08 15,76 99
10 19,35 9,39 59 X
11 23,08 15,12 95
12 15,79 10,82 68 X
13 15,38 17,19 108 X
14 23,08 16,87 106
15 24,00 12,73 80
16 19,95 14,64 92
17 21,42 12,57 79
18 10,91 15,44 97 X
19 11,65 14,80 93 X
20 20,65 11,14 70
21 21,43 8.91 56
22 14,63 14,96 94 X
23 22,22 11,94 75
24 17,18 13,05 82 X
25 17,63 14,01 88 X
26 18,18 12,4 78
27 18,18 12,4 79
28 17,65 11,94 75 X
29 20,69 11,94 75
30 21,43 16,56 104
31 19,35 12,10 76
32 22,22 14,64 92
33 21,41 17,03 107
34 17,65 12,10 76 X
35 16,22 10,98 69 X
36 16,22 11,31 71 X
37 28,23 16,56 104
38 21,33 14,80 93
39 16,43 10,50 66 X
49 21,33 16,56 104
41 23,08 14,01 88
42 23,08 17,03 107
43 17,19 14,33 90 X



4.2 4.2 4.2Perhitungan Data
 Umur tanaman = 2010 – 1988
= 22 tahun
 Peninggi (P) = rata-rata tinggi pohon dalam luasan 0,1 ha
= 28,23+24,58+24+23,41+23,18+(23,08 x 5)
10
= 238,8 / 10
= 23,88
 Bonita = 4,5
 NPP = 59 x 10 = 590 pohon
 Nn = 381 pohon
 Nm = NPP – Nn
= 590 - 381
= 209 pohon


















44 23,08 13,37 84
45 23,41 13,05 82
46 20,69 17,83 112 X
47 21,62 17,18 108
48 20,41 14,33 90 X
49 21,43 14,64 92
50 16,22 14,64 92 X
51 19,35 14,17 89 X
52 16,67 13,53 85 X
53 20,69 11,94 75 X
54 22,21 20,70 130
55 23,18 16,24 102
56 22,21 14,64 92
57 21,43 15,28 96
58 22,22 16,24 102
59 24,58 19,26 121







Keterangan :
X = Jumlah pohon yang akan harus ditebang atau dimatikan, selain pertumbuhannya tertekan juga mengganggu pertumbuhan pohon yang tumbuh dengan baik.
Diameter pohon diperoleh dari rumus keliling lingkaran






























BAB V
PEMBAHASAN

Pada hutan tanaman produksi, hasil yang ingin dicapai adalah kuantitas dan juga kualitas batang pohon dari tanaman yang dipelihara. Dengan diameter yang semakin besar dan tidak ada cacat yang terdapat pada batang, maka nilai ekonominya akan semakin tinggi.
Untuk mendapatkan hasil yang seperti itu, maka dapat dilakukan teknik silvikultur untuk mengurangi tanaman sehingga unsur hara dan sinar matahari yang dibutuhkan tanaman akan lebih terkonsentrasi pada tanaman yang ditinggalkan. Penjarangan dilakukan untuk memperlebar jarak tanam atau ruang tumbuh bagi tanaman dan membuka ruang agar sinar matahari dapat diterima secara optimal oleh tanaman yang diusahakan.
Tanaman yang dijarang memiliki beberapa kriteria yaitu antara lain, cacat, pertumbuhannya lambat, terserang hama penyakit dan hampir mati. Tanaman- tanaman ini jika tidak ditebang dapat mengurangi kualitas tanaman yang lain, dan merugikan secara ekonomi.
Tahap-tahap penjarangan yang telah dilakukan pada pelaksanaan praktikum tidaklah sembarangan. Tahap-tahap itu akan mencadi acuan jumlah tanaman yang akan ditebang, pohon mana yang akan ditebang dan juga teknik penjarangan mana yang akan dipakai.
Tanaman yang tidak dilakukan penjarangan cenderung berkualitas dan pertumbuhan batangnya tidak optimal, hal tersebut berpengaruh terhadap harga jualnya. Pada tanaman Pinus merkusii jika tidak dilakukan penjarangan getah/ karet yang dihasilkan sedikit dan kualitasnya kurang baik. Jumlah pohon yang ditebang pada area diatas adalah 209 pohon jika luasannya 1 ha, jika dalam ukuran 0,1 ha maka yang ditebang adalah 20 pohon.




BAB VI
PENUTUP


6.1 Kesimpulan
Dengan demikian dapat disimpulkan dari semua itu beberapa hal, yaitu:
 Manfaat dari penjarangan pada tanaman produksi sangat penting, baik bagi kualitas maupun ekonomi
 Proses pelaksanaan penjarangan melalui tahap-tahap yang telah diuraikan di depa sangatlah penting sebagai acuan penjarangan
 Tanaman yang dijarangkan adalah tanaman yang cacat, pertumbuhannya jelek, terkena hama dan penyakit dan akan mati
 Dalam 1 ha tanaman yang seharusnya tumbuh adalah 381, namun karena berlebihan maka harus ditebang sebanyak 209 pohon dalam 1 ha untuk mendapatkan kualitas yang baik.

6.2 Saran
Persiapan sebelum dilakukan penjarangan sangatlah penting bagi terlaksananya proses dengan baik. Penjarangan dilakukan bersamaan dengan pemangkasan cabang, agar pohon tinggal tidak memiliki cacat mata pada batang.











DAFTAR PUSTAKA

Anonymous. 2010. Penjarangan Tanaman. reza_88.blospot.com. diakses pada tanggal 6 Mei 2010
Daniel Theodore.W, Helms John. A, Baker Frederick. S. 1987. Prinsip- Prinsip Silvikultur. UGM Press. Yogyakarta
Hardiyanto, E.K. dan Arisman, H. 2004. Pembangunan Hutan Acacia mangium. PT. Musi Hutan Persada. Sumsel
Taufikkurahman, A. S, Hut. 2010. Petunjuk Praktikum Silvikultur. UMM. Malang.